BADAN HUKUM PENDIDIKAN


BHPP adalah BHP yang didirikan oleh Pemerintah 
(Pasal 1 angka 2 UU BHP). BHPP didirikan oleh Pemerintah dengan peraturan Pemerintah atas usul Menteri (Pasal 7 ayat (1) UU BHP).
BHPPD adalah BHP yang didirikan oleh pemerintah daerah 
(Pasal 1 angka 3 UU BHP). BHPPD didirikan oleh pemerintah daerah dengan peraturan gubernur atau peraturan bupati/walikota (Pasal 7 ayat (2) UU BHP).
BHPM adalah BHP yang didirikan oleh masyarakat 
(Pasal 1 angka 2 UU BHP). BHPM didirikan oleh masyarakat dengan AKTA NOTARIS yang disahkan oleh Menteri (Pasal 7 ayat (3) UU BHP).
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (3) UU BHP, pendirian BHPM wajib (imperatif) dibuat dengan akta Notaris, dengan demikian kewenangan pembuatan akta seperti telah menjadi domain Notaris.
Siapakah (subjek hukum) yang mendirikan/pendiri BHPP, BHPPD dan BHPM ? Pasal 1 angka 6 UU BHP menegaskan bahwa pendiri adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang mendirikan badan hukum pendidikan. Selanjutnya Penjelasan Pasal 11 ayat (1) UU BHP, menegaskan pula bahwa. pendiri dapat berupa orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum seperti yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis. Dengan demikian pendiri BHP dapat berupa :
1. Badan Hukum Perdata - untuk BHPM, yaitu :
- Orang perseorangan;
- Kelompok orang; atau
- Masyarakat ,
- Badan hukum (yayasan, perkumpulan), atau
- Badan hukum lain sejenis.
2. Badan Hukum Publik – untuk BHPP dan BHPPD, yaitu :
- Pemerintah untuk BHPP.
- Pemerintah daerah (gubernur/walikota/bupati) untuk BHPPD.
Pendirian pertama kali BHPM wajib dalam bentuk akta pihak, jika setelah BHPM berdiri sebagaimana mestinya dan memperoleh status sebagai badan Hukum, maka sesuai dengan karkater sebuah Badan Hukum, maka segala perubahan apapun wajib dibuat dengan akta Berita Acara atau akta Risalah Rapat yang dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak. Dalam kaitan ini sangat perlu untuk diperhatikan dalam badan hukum yang lainnya, seperti perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan atau koperasi atau partai politik, jika terjadi perubahan apapun, disamping dibuat dengan akta Berita Acara atau Risalah Rapat yang dibuat oleh Notaris, tidak jarang pula dibuat Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan yang kemudian oleh para pihak yang diberi kuasa di-Notaril-kan di hadapan Notaris dalam bentuk akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR). Bahwa akta PKR tersebut meskipun secara lahiriah, formal dan materil telah memenuhi syarat sebagai akta Notaris, tetapi secara maknawi akta tersebut yang berbahankan Catatan atau Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan, sebenarnya sebagai sebuah bentuk Penyelundupan Hukum atau Penyiasatan Hukum, yang jika suatu hari terjadi permasalahan hukum (misalnya terjadi pemalsuan tanda tangan), maka akta Notaris yang berisi PKR tersebut tidak dapat melindungi Catatan atau Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan. Dalam kasus seperti ini, memang Notaris tidak disalahkan, selama-sepanjang bukan rekayasa dari Notaris, tapi untuk para pihak akan membawa akibat hukum yang panjang, jika ternyata kepalsuan tanda tangan yang tercantum dalam Catatan atau Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan terbukti, yaitu berkaitan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihak berdasarkan akta PKR yang didalamnya berbahankan Catatan atau Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan yang tanda tangan dipalsukan tersebut. Khususnya berkaitan dengan BHPM yang telah berbadan hukum, jika akan melakukan perubahan, disarankan segala perubahan tersebut dalam bentuk akta Berita Acara atau akta Risalah Rapat yang dibuat oleh Notaris, sebagai tindakan ke-berhati-hati-an agar tidak terjadi permasalahan sebagaimana yang saya uraikan di atas.
Salah satu substansi UU BHP yang perlu diperhatikan secara tersendiri yaitu mengenai yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain yang sejenis yang selama ini (sebelum berlakunya UU BHP) telah menyelenggarakan pendidikan formal . Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 8 ayat (3) UU BHP menegaskan bahwa yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara .  
Dalam praktek akan ditemukan bahwa BHP Penyelenggara ini, ada yang hanya menyelenggarakan satu – satuan pendidikan formal saja atau ada yang lebih dari satu menyelenggarakan pendidikan formal, bahkan ada yang lebih dari itu, misalnya menyelenggarakan pendidikan nonformal dan kegiatan lainnya. BHP yang menyelenggarakan satu atau lebih satuan pendidikan formal tetap diakui eksistensinya (Pasal 8 ayat (3) juncto Pasal 9 UU BHP).