Kewajiban Menyesuaikan Anggaran Dasar PT Diuji ke MK

Ikatan Notaris Indonesia, selaku pemohon, menilai pasal yang mewajibkan perseroan menyesuaikan anggaran dasarnya selama satu tahun sejak UU PT diterbitkan bertentangan dengan konstitusi. Pasal itu dianggap menabrak asas kepastian hukum. 
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah sejumlah organisasi pengusaha dan tiga perseroan mempersoalkan aturan mengenai corporate social responsibility, kali ini giliran para notaris mempersoalkan beberapa pasal dalam UU PT. Mereka mempersolkan pasal yang mewajibkan perseroan menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu satu tahun setelah UU PT berlaku.
Ketentuan yang diuji ke MK adalah Pasal 157 ayat (3) dan ayat (4). Secara lengkap, Pasal 157 ayat (3) berbunyi “Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya undang-undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini”. 
Sedangkan Pasal 157 ayat (4) memuat sanksi bila Pasal 157 ayat (3) itu dilanggar. “Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan melalui putusan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan”. 
Dalam ringkasan permohonan yang diperoleh hukumonline, yang menjadi pemohon tercatat nama Tien Norman Lubis selaku Ketua Umum dan Adrian Djuani selaku Sekretaris Umum Ikatan Notaris Indonesia (INI). Mereka memberi kuasa kepada Hamdan Zoelva dan Januardi S. Hariwibowo untuk mendampinginya selama proses perkara ini. Sebagai catatan, komposisi pengurus INI telah berubah pasca Kongres INI XX di Surabaya akhir Januari lalu, Ketua Umum INI yang teranyar adalah Adrian Djuani.  Pemohon menilai Pasal 157 ayat (3) dan ayat (4) bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal itu menjamin “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Ketidakpastian hukum inilah yang menjadi alasan utama pemohon mengajukan permohonan ini. 
Pemohon sepertinya dibuat bingung dengan ketentuan tersebut. Pemohon mencontohkan bila ada perseroan yang tidak menyesuaiakan anggaran dasarnya, tetapi tak ada permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan untuk membubarkan perseroan tersebut. Artinya, perseroan tersebut tetap menjalankan kegiatannya. “Bagaimana pengakuan secara hukum (status hukum) terhadap akta-akta otentik perseroan yang telah dibuat oleh notaris dan telah sesuai ketentuan anggaran dasar perseroan tersebut?” tulis pemohon dalam permohonannya. Padahal, akta tersebut telah dibuat jauh sebelum jangka waktu satu tahun itu berakhir.  
Berdasarkan argumen itu, pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya. “Ketidakjelasan yang membawa ketidakpastian hukum tersebut merugikan notaris selaku pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris,” jelas pemohon lagi. 
Kekhawatiran para notaris memang bukan tanpa alasan. Sekedar mengingatkan, batas waktu satu tahun penyesuaian anggaran dasar PT memang telah berakhir. UU PT genap satu tahun pada 16 Agustus lalu. Karena masih banyaknya perseroan yang belum melakukan penyesuaian, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Depkumham Syamsudin Manan Sinaga memperpanjang batas penyesuaian menjadi 16 September 2008. 
Namun, meski telah diperpanjang, perseroan yang menyesuaikan anggaran dasarnya masih minim. Bayangkan, dari 450 ribu perseroan se-Indonesia, hanya 10 persen yang telah melakukan penyesuaian. “Ketaatan hukum pelaku bisnis rendah,” ujarnya kala itu. Dengan kondisi seperti ini, berarti ada sekitar 405 ribu perseroan yang belum disesuaikan anggaran dasarnya. Tentu, notaris yang menangani perseroan tersebut bingung dengan legatitas akta perseroan yang dibuatnya.  
Persoalan ini memang sempat menjadi perdebatan hangat di kalangan notaris. Mereka mengungkapkan alasan mengapa masih banyak perseroan yang belum menyesuaikan anggaran dasarnya. Sebagian notaris menyalahkan Sisminbakum Ditjen AHU yang masih bermasalah. Sebagian lagi menimpakan kesalahan kepada pelayanan Sisminbakum yang lambat. Praktiknya, sejumlah notaris kesulitan meng-input data Sisminbakum. Kekacauan diduga terjadi saat wewenang pengesahan akta dilimpahkan ke Kanwil Provinsi sehingga data Sisminbakum di Pusat tidak terkelola dengan baik. 
Ini memang persoalan teknis di lapangan. Namun, selaku pengawal konstitusi MK tidak akan mendasarkan pada persoalan teknis semata. MK hanya melihat apakah Pasal 157 ayat (3) dan (4) itu bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak. Sidang perdana permohonan ini rencananya akan digelar pada Rabu (11/2) mendatang. [taken from hukumomline.com/berita]