Agar Sisminbakum Bisa Berjalan, INI Beri Bantuan ke Depkumham

INI menyumbang Rp300 juta ke Depkumham dalam bentuk software dan hardware untuk pengoperasian kembali Sisminbakum. "Depkumham tidak meminta uang, tapi dalam bentuk barang, sehingga semua pengadaan dilakukan oleh INI," terang mantan ketua INI.
Penghentian pengoperasian Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) berefek pada kerja notaris, terutama dalam pembuatan akta pendirian perseroan. Tak ingin kevakuman berlarut-larut, Ikatan Notaris Indonesia (INI) memutuskan memberi bantuan ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham). INI akan membeli program aplikasi (software) dan hardware untuk digunakan oleh Ditjen Administrasi Hukum Umum Depkumham. 
Hal itu disampaikan oleh mantan Ketua INI Tien Norman Lubis saat membacakan laporan pertanggungjawaban dalam Kongres Notaris ke-20 di Surabaya, Jumat (30/1) pekan lalu. “Bantuan itu diharapkan bisa membantu anggota dalam menjalankan tugas jabatan,” ujar notaris asal Bandung itu. Tien menerangkan INI telah menggelontorkan dana Rp300 juta untuk membeli perangkat Sisminbakum tersebut. Menurut Tien, pembiayaan perangkat Sisminbakum mencapai Rp550 juta. Karena itu ia menghimbau kepada anggota INI agar berpartisipasi memberikan bantuan dana. “Depkumham tidak meminta uang, tetapi dalam bentuk barang, sehingga semua pengadaan dilakukan oleh INI,” imbuh Tien. 
Ia menyatakan INI harus segera mengadakan peralatan Sisminbakum. Jika tidak, Tien memperkirakan pelayanan Sisminbakum akan terhenti selama lima bulan ke depan. “Memang masih tidak klik semua, tapi mau tidak mau harus ada (Sisminbakum, red),” ujar Tien.
Di kalangan notaris sendiri langkah itu masih menuai polemik. Salah satu peserta kongres asal Majalengka, Ani Supriyani menyatakan tidak setuju atas rencana itu. Ia mengaku khawatir sumbangan itu akan ‘bermasalah’ dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Karena sudah diputuskan, yah mau gimana lagi,” ujarnya. 
Sumbangan dari INI sempat dilontarkan oleh Sekjen Depkumham Abdul Bari Azed beberapa waktu lalu. “INI sudah siap membantu kita (Depkumham, red),” ujar Bari saat ditanya apakah INI akan dilibatkan dalam membangun Sisminbakum yang baru. Ia menyatakan INI juga akan diajak kerja sama dalam tindak lanjut peraturan menteri sebagai aturan teknis sistem yang baru. 
Depkumham sendiri tengah meminta Anggaran Belanja Tambahan sebesar Rp10 miliar ke Departemen Keuangan untuk membangun sistem yang baru. Bari menyatakan Depkumham sendiri yang akan mengelola sistem itu dan akan memberdayakan personil departemen untuk menjalankan sistem yang baru. 

 

Teori Pengesahan Baru 

Bagi Habib Adjie, notaris Surabaya, pengesahan badan hukum seharusnya tidak dilakukan oleh Depkumham. Cukup dengan akta notaris. Menurutnya, begitu akta suatu badan hukum, seperti perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, parpol, ketika diselesaikan dan disempurnakan dihadapan notaris maka badan hukum itu sah. “Itu yang harus kita kembangkan,” ujarnya saat ditemui disela-sela kongres INI. 
Karena itu, sistem pengesahan badan hukum harus dikelola oleh INI. Sementara, Depkumham tinggal menerima pemberitahuan dari notaris. Misalnya, dalam surat dinyatakan bahwa notaris A telah mendirikan PT A dan berkedudukan di B. Setelah itu depkumham mengeluarkan surat bahwa pendirian PT itu sudah diterima dalam database Sisminbakum. “Sebuah PT meskipun disahkan oleh pemerintah, pemerintah juga tidak mau bertanggung jawab. Jadi buat apa pemerintah turut mengesahkan PT,” ujar Habib yang juga kandidat ketua INI periode 2009-2011. 
Pendapat berbeda datang dari kandidat lain M.G. Widyatmoko. Ia menyatakan sebaiknya Sisminbakum dikelola pleh pemerintah bukan INI. “Kami berada di luar birokrasi, jangan tarik kami ke dalam birokrasi. Itu adalah pelayanan negara kepada masyarakat,” ujarnya.  
Menurut Widyatmoko, selama personil pemerintah dan anggarannya cukup, pemerintah bisa mengelola Sisminbakum. Jika tidak, bisa bekerja sama dengan swasta. “Tapi uangnya masuk dulu ke kas negara dan dengan perhitungan pembagi hasilnya jelas,” kata notaris di Jakarta Timur itu. 

Widyatmoko menambahkan jangan sampai pola kerja Depkumham dan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) terulang kembali. Sebab, pembagian keuntungan 90 berbanding 10 persen, menurutnya tidak rasional. “Pelayanan yang dilakukan oleh SRD baik. Cuman SRD yang menerima uangnya yang salah,” imbuhnya.

taken from hukumonline.com